Lentera Politik: SOROTAN KHUSUS PILKADA CIANJUR "PERSETRUAN POLITIK YANG (kurang) MENARIK"
Cianjur// JN: Perhelatan Pesta Demokrasi lima tahunan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Kabupaten Cianjur sudah diambang mata. Tepatnya 09 Desember 2020,
bertepatan dengan hari Rabu, segenap warga Kabupaten Cianjur yang berjumlah
sekitar 2,5 Juta jiwa akan merayakan gempita politik lokal memperebutkan kursi
Panas Pendopo. Setidaknya ada empat pasangan calon ataupun bakal pasangan calon
(Bapaslon) yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Cianjur. Sebut saja pertama, Herman Suherman-Tb.Mulyana
(BHS-M) yang memperoleh rekomendasi lima partai yakni PDIP, Golkar, PAN,
Nasdem, dan PPP. Kedua¸Oting Zaenal
Mutaqin-Wawan Setiawan (OTW) yang diusung oleh Partai Gerindra dan Partai
Demokrat. Ketiga, pasangan Lepi Ali
Firmansyah-Gilar Budi Raharja (PILAR) dengan partai pengusung PKB dan PKS. Keempat, pasangan independent Muhammad
Toha-Ade Sobari (HADE).
Jika merujuk kepada teori komunikasi politik, politik Pilkada
senantiasa mensyaratkan dan berkorelasi dengan hal berikut ini yaitu
Popularitas, Akseptabilitas, Elektabilitas, dan yang tidak kalah penting adalah
“isi tas”. Populer belum tentu memperoleh ruang di hati calon pemilih
(akseptabilitas), apalgi bagi calon yang baru terjun ke ranah politik praktis,
sulit untuk mmenyegerakan ruang hati rakyat bagi new comer. Peluang untuk dipilih (elektabilitas), semuanya
berpeluang untuk dipilih, dan pasti dipilih, hanya permasalahannya kadar
prosentase dari produk akhir pemilihan itu yang menjadi persoalan, karena tidak
mungkin semuanya menang dan mustahil pula semuanya kalah, ada diantara ke empat
paslon ini yang menang dan adapula yang kalah, dan inilah rumus politik paling
dasar. Kalah menang dalam konteks politik itu bukalah takdir melainkan produk
akhir dari ikhtiar (ngolah) masa menjadi mesin politik produktif, apakah dengan
cara dipersuasi sehingga melahirkan partisipasi, ataukah dipaksa dengan
cara-cara liar khas politisi, yaitu mobilisasi masa.
Jika dilihat dari semua pasangan calon, upaya mempersuasi ataupun
memaksa calon kans politik sangat memungkinkan dilakukan, karena orientasi
semua paslon adalah menang bukan kalah. Pun demikian dengan posisi Herman
Suherman (HS) selaku incumbent Plt Bupati Cianjur yang kini menjadi kontestan.
HS sangat berpeluang untuk melakukan kedua hal tersebut diatas, karena ia
penguasa. Pertaruhan harga diri dan kehormatan sebagai Plt. Bupati
dipertaruhkan, meski ia telah menanggalkan status itu sebelum pendaftaran ke
KPU. Petahana/ incumbent ketika menjadi peserta Pilkada maka ia berpeluang
melakukan beberapa hal sebagaimana yang dilansir oleh Bawaslu tentang Indek
Kerawanan Pemilu (IKP) yaitu politisasi anggaran, mobilisasi ASN dengan segenap
perangkatnya, dan money politik. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh penguasa
untuk menuntaskan syahwat politiknya, bukankah kekuasaan politik itu candu dan
mengekstasi?. Ini logika dasar kekuasaan, dan sulit untuk menafikan hal
tersebut. Namun bagi petahana yang taat asas, ia akan sangat berhati-hati untuk
tidak melanggar aturan main yang telah dibakukan oleh pemerintah baik dalam UU
Pemilu maupun PKPU terbaru tentang Pilkada.
Selanjutnya, ada hal menarik lainnya dari pasangan Pilkada
Kabupaten Cianjur, yakni munculnya sosok Oting Zaenal Mutaqin (OZM) yang
merupakan mantan Sekretaris Daerah yang kini menjadi Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Cianjur. Jika dilihat dari kacamata birokrasi, OZM adalah bagian
struktural dari kepentingan kekuasaan Herman Suherman selaku atasannya, dengan
bahasa lain “OZM campelak melawan
pimpinannya HS”, padahal sebelumnya sunyi terdengar jika HS dan OZM berseteru, diantara keduanya adem dan diem-diem bae kalo orang Betawi bilang. Pertanyaan muncul di benak publik, benarkah konflik politik diantara keduanya adalah
alamiah ataukah setingan semata untuk mengganjal Figur Perubahan Dokter Suranto
dan Kiki Setiawan (Mantu TMS) melalui perebutan rekomendasi Partai Gerindra
yang dimenangkan oleh OZM ??? Bukankah HS dan OZM adalah birokrat sekaligus poitisi
yang dilahirkan dari rahim TMS ??? Bersambung...(Redaksi JN)