DPP IDTNPNSRI LAKUKAN RAPAT KONSOLIDASI INTERNAL TUNTUT HAK PADA PEMERINTAH TERKAIT STATUS DOSEN PNS ATAU PPPK
Ketua Umum DPP IDTNPNSRI: "Siap Kerahkan Seluruh Dosen Tetap Non PNS untuk Bergerak Ke Jakarta."
JAKARTA-JournalNews.co.id: Rencana pemerintah untuk melakukan
seleksi ASN PPPK dari kelompok guru tahun 2021 mendapat tanggapan dari berbagai
pihak, hal ini dinilai baik bagi masa depan pendidikan Indoensia tapi di lain
pihak belum memberikan akses kesetaraan bagi profesi lain di bidang pendidikan
lainya semisal dosen. Rekrutmen guru PPPK ini adalah salah satu upaya
pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pendidikan terutama peningkatan
ketersediaan guru ASN yang selama ini dikeluhkan berbagai daerah.
Di tengah santernya berita ini, banyak pula beberapa pihak mempertanyakan kebijakan ini, kenapa hanya guru sementara unsur pendidikan digarda terdepan lainya selain guru, ada juga dosen. Padahal saat ini di Perguruan Tinggi Negeri baik dibawah Kemendikbud dan Kemenag maupun kementerian lain, terdapat status tenaga pendidik (dosen) tetap non PNS dengan berbagai problematika yang ada. Hal ini ditegaskan oleh Mohammad Nor Afandi, M.Pd.I yang juga Ketua Umum DPP Ikatan Dosen Tetap Non PNS RI (IDTNPNSRI) dalam rapat konsolidasi organsiasi melalui daring jumat 29 Janauri 2021.
"Ikatan Dosen Tetap Non PNS RI (IDTNPNSRI) adalah organisasi profesi dosen tetap
PTKN dan PTN sebagai organisasi independen
yang fokus pada perlindungan, peningkatan kesejahteraan, dan peningkatan profesionalitas
dosen. Di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan DTNPNS sudah ada
sejak tahun 2013 yang lalu smentara di lingkungan Kemnetrian Agama baru ada
sejak tahun 2016 yang lalu." tegas Nor Afandi menuturkan.
Lebih lanjut Mas Nor Afandi menambahkan bahwa keberdaaan Dosen
tetap non PNS di perguruan tinggi negeri berdasarkan kedudukan dan
perlindungan hukumnya dengan status Dosen Tetap non Pegawai Negeri Sipil
setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara tidak mendapatkan kepastian hukum. Dalam undang-undang tersebut, pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PPPK ini adalah hal baru dalam sistem kepegawaian di Indonesia, karena
menggunakan perjanjian kerja untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Jika Dosen
Tetap Non/Bukan Pegawai Negeri Sipil dan PPPK dibandingkan, ada persamaan
mendasar sehingga Dosen Tetap Non/Bukan PNS dapat dikategorikan sebagai PPPK.
Harapannya kejelasan kedudukan hukum Dosen Tetap Non/Bukan PNS dapat memberikan
perlindungan hukum yang lebih baik kepada Dosen Tetap non PNS.
Moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang berlaku sejak 1 Januari 2015 dan berlangsung selama 5 tahun tidak berlaku bagi CPNS dosen, tetapi diberlakukan dengan ketentuan yang sangat ketat. Munculnya pengertian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak serta merta dapat diimplementasikan dan dipahami sebagai pegawai tetap non- PNS oleh beberapa kementerian. Sebagai akibatnya, kedudukan hukum bagi pegawai tetap non-PNS menjadi tidak pasti bahkan cenderung terlanggar. Sementara, kebutuhan akan posisi, terutama dosen, di perguruan tinggi negeri (PTN/PTKN) sangat mendesak akibat moratorium CPNS.
Untuk mendapatkan
perlindungan hukum bagi pegawai tetap non- PNS dosen maka di butuhkan suatu
peraturan perundang-undangan yang lebih jelas, tegas dan lugas, mengingat
fungsi hukum sebagai sarana untuk melakukan social engineering yang melakukan perubahan-perubahan di dalam masyarakat manakala terdapat hal-hal
baru melalui cara
mengarahkan
keputusan-keputusan pada tujuan
yang hendak dicapai, dapat
dilakukan. Bilamana di
dalam Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara belum diperoleh gambaran kedudukan hukum bagi pegawai tetap
non -PNS dosen, dapat dipergunakan ketentuan
perundang-undangan lainnya yang
lebih umum baik itu melalui
Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres) ataupun Peraturan Menteri
sebagai petunjuk pelaksanaannya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal DPP IDTNPNSRI, Muhtarom, M.Pd.I bahwa menurutnya telah ada produk hukum yang secara tidak langsung mencerai UU No 5 tahun 2014 tentang ASN yakni Keppres no 25 tahun 2018 tentang pengangkatan dokter, dokter gigi, dan bidan dan Permenpan-RB no 26 tahun 2016 tentang pengangkatan PNS dalam jabatan fungsional melalui penyesuaian. Jika melihat adanya beberapa regulasi yang secara khusus mengatur pengangkatan PNS melalui Keppres dan Permenpan RB tentu merupakan suatu hal yang wajar jika Ikatan Dosen Tetap Non/Bukan PNS RI juga menuntut perlakuan yang sama kepada pemerintah agar para DTBPNS di seluruh Indonesia mendapatkan perlindungan dan kepastian Hukum dengan peningkatan status dari DTBPNS menjadi ASN PPPK.
" Hal ini sesuai dengan norma UUD 1945 pasal 27
ayat 2, yakni: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.” Dan Pasal 28D Ayat 1 “Hak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di depan hukum”. Secara gramatikal, teks ini menegaskan bahwa setiap produk
undang- undang dan peraturan pemerintah di bawah UUD 1945 mesti
mempertimbangkan prinsip keadilan dan kemanusiaan. Karena itu kemudian, DTN/BPNS
sejatinya mesti diakui eksistensinya baik secara yuridis, ataupun secara
sosial." ungkap Muhtarom dengan nada penuh semangat.
Oleh karena itu dalam rapat
konsolidasi tersebut, disepakati akan ada upaya-upaya strategis bagi penguatan
status hokum Dosen Tetap Non PNS di Pergurun Tinggi Negeri yaitu dengan alih
status Dosen Tetap Non PNS menjadi ASN PPPK. Dalam rapat yang dihadiri oleh oleh pegurus DPP dan koordinator
wilayah (zona pulau) disepakati beberapa
hal terkait upaya untuk memperoleh kepastian hokum dimaksud yaitu selain
mempercepat restrukturisasi pengurus pusat, pengurus wilayah sampai ke pengurus
cabang tingkat kamus PTN/PTKN juga akan melakukan audiensi menyerahkan naskah
akademik alih status DTNPNS menjadi ASN PPPK keberbagai pihak termasuk
diantaranya DPR, KSP, Kemenpanrb, Kemendukbud, Kemenag dan kementerian lembaga
terkait.
Adapun urgensi Alih status DTNBPNS Pada PTN dan
PTKN menjadi ASN PPPK adalah :
1.
Istilah DTNPNS/DTBPNS tidak diatur di dalam
undang-undang, namun diatur dalam peraturan yang lebih rendah. Rekrutmen DTN/BPNS merupakan langkah yang tidak dapat
dihindari oleh pemerintah melalui Kemendikbud (Permendikbud Nomor 84 Tahun 2013
Tentang Pengangkatan Dosen Tetap Non PNS Pada Perguruan Tinggi Negeri Dan Dosen
Tetap Pada Perguruan Tinggi Swasta) dan Kementerian Agama (PMA Nomor 3 Tahun
2016 Tentang Pengangkatan Dosen Tetap
Bukan Pegawai Negeri Sipil Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri Dan Dosen
Tetap Perguruan Tinggi Keagamaan Swasta) untuk menutupi kekurangan jumlah
tenaga dosen pada PTN dan PTKN yang disebabkan distribusi formasi dosen yang
tidak seimbang pada seleksi CPNS sebelumnya dan moratorium PNS.
2.
Pengangkatan DTBPNS pada PTN dan PTKN
menjadi ASN PPPK merupakan langkah menguntungkan pemerintah hal ini dikarenakan
:
a.
Formasi Dosen ASN PPPK yang diangkat dari
DTN/BPNS adalah tenaga dosen
berkualitas yang direkrut melalui mekanisme yang resmi, profesional, kredibel
dan akuntabel berdasarkan peraturan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan serta petunjuk teknis dari Direktur Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama dan Dirjen Dikti Kemendikbud, bahkan beberapa institusi
melakukan rekrutmen dengan skema serupa dengan tes cpns (CAT, Psikotes, TKB dan
wawancara dengan pihak kementerian).
b.
Pengangkatan ASN PPPK dari DTN/BPNS merupakan bentuk efisiensi anggaran. Karena sebagaimana kita ketahui
perekrutan CPNS maupun PPPK melalui formasi reguler akan membutuhkan biaya yang
besar, mulai dari pembentukan panitia, pengusulan formasi hingga pelaksanaan
tes dilakukan. Proses tersebut dapat disederhanakan melalui pengangkatan
otomatis atau peningkatan status kepegawaian DTBPNS menjadi ASN PPPK yakni
melalui Revisi Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara maupun dasar hukum lainya
misalnya Kepres.Perpres atau Peraturan Menteri.
c.
DTN/BPNS merupakan tenaga dosen yang selama ini telah dinaungi, dibina, dan
difasilitasi oleh Negara melalui Kemenristekdikti dan Kementerian Agama,
sehingga apabila ketidakpastian hukum tentang status DTN/BPNS terus berlanjut
(klausul mengenai masa kerja) yang berimplikasi pada mudahnya pemutusan
hubungan kerja secara sepihak, maka akan mengakibatkan anggaran yang selama ini digunakan oleh pemerintah untuk
membina dan memfasilitasi DTNPNS akan sia-sia.
d.
DTN/BPNS telah memiliki pengalaman dan
mengenal institusi dengan baik, sehingga institusi tidak perlu masa peralihan
disebabkan perekrutan dosen baru yang tentu saja membutuhkan waktu untuk
menyesuaikan diri.
e.
DTN/BPNS telah memiliki pengalaman akademik
ditandai dengan kepemilikan NIDN, SK Jabatan Fungsional, Inpasing, dan sebagian
Sertfikasi Dosen sebagaimana diatur dalam peraturan dan perundangan terkait
profesi dosen yang selama ini berkontribusi dalam peningkatan kualitas akademik
terutama telah dihitung dalam rasio dosen dan mahasiswa dalam penilaian
akreditas BANPT.
Diakhir rapat mengemuka juga wacana
untuk dosen tetap non PNS Perguruan Tinggi Negeri melakukan serangkaian agenda
ke Jakarta menemui kementerian dan lembaga secara bersama-sama. Namun demikian
tetap mempertimbangkan kondisi saat ini yang masih berada pada masa pandemi. (Li[utan: RM)
No comments:
Post a comment